Saingan AI? Ini Dia Kecerdasan Buatan Baru, Organoid Intelligence

Diposting pada

Picture: Sputnik News

Teknologi.id
– Kecerdasan buatan
atau yang biasa kita sebut Artificial
Intelligence
(AI) tampaknya hampir mengambil alih kehidupan manusia
akhir-akhir ini. Tetapi, tim ilmuwan berpendapat lain yang pada akhirnya mereka mencetus
kecerdasan buatan baru, yaitu “Organoid
Intelligence
” atau OI.

Organoid
Intelligence
atau
Kecerdasan Organoid merupakan sistem buatan yang ditenagai oleh sel-sel otak
manusia yang hidup. Menurut mereka, suatu hari nanti OI dapat mengungguli
sistem buatan mana pun dan akan melakukannya jauh lebih efisien, serta
mengonsumsi energi yang jauh lebih sedikit.

Tim internasional yang dipimpin oleh
Universitas Johns Hopkins di Baltimore adalah pencetus dari proyek Organoid Intelligence tersebut. Mereka
menerbitkannya dalam jurnal Frontiers in Science pada hari Selasa yang berisi rincian
mengenai Organoid Intelligence.

Tentang Organoid Intelligence

Secara rinci, OI merupakan sebuah perangkat
keras yang akan mencakup susunan organoid otak (struktur saraf kecil tiga
dimensi yang tumbuh dari sel induk manusia), dan akan terhubung ke sensor dan
perangkat keluaran dan dilatih dengan pembelajaran mesin, data besar, dan
teknik lainnya.

“Komputasi dan kecerdasan buatan
telah mendorong revolusi teknologi, tetapi mereka mencapai batasnya,” ucap
Thomas Hartung, seorang profesor ilmu kesehatan lingkungan di Johns Hopkins
Bloomberg of Public Health dan Whiting School of Engineering, yang memelopori
pekerjaan tersebut, dikutip dari EurekAlert.

Biocomputing adalah upaya besar untuk memadatkan daya komputasi dan
meningkatkan efisiensinya untuk melampaui batas teknologi kami saat ini,” ujarnya
kembali.

Tujuan dari terbuatnya OI yaitu untuk
mengembangkan sistem ultra-efisien yang dapat memecahkan masalah di luar
jangkauan komputer digital konvensional, sekaligus membantu pengembangan ilmu
saraf dan bidang penelitian medis lainnya.

Ambisi dari proyek ini mencerminkan
pekerjaan pada komputasi kuantum yang lebih maju, tetapi juga menimbulkan
pertanyaan etis seputar “kesadaran” rakitan organoid otak.

Baca juga: AI Mirip ChatGPT Bakal Ada di WhatsApp dan Messenger

“Saya mengharapkan sistem dinamis yang
cerdas berdasarkan biologi sintetik, tetapi tidak dibatasi oleh banyaknya
fungsi yang dimiliki otak dalam suatu organisme,” kata Profesor Thomas Hartung
dari Johns Hopkins.

Para ilmuwan telah menandatangani
“Deklarasi Baltimore” yang menyerukan penelitian lebih lanjut untuk
mengeksplorasi potensi kultur sel organoid demi memajukan pemahaman kita
tentang otak, dan melepaskan bentuk biokomputer baru sambil mengenali dan
mengatasi implikasi etis yang terkait.

Menggunakan organoid yang tumbuh dari
sel menguntungkan bagi para ilmuwan karena tidak memerlukan pengujian manusia
atau hewan. Hartung telah menciptakan organoid otak fungsional sejak 2012
menggunakan sel kulit manusia yang diprogram ulang menjadi sel induk embrionik
seperti keadaan.

Sel kulit manusia tersebut kemudian
dapat digunakan untuk membentuk sel-sel otak dan, akhirnya, organoid dengan
neuron yang sudah berfungsi dan fitur lain yang dapat menopang fungsi dasar
seperti memori dan pembelajaran berkelanjutan.

“Hal ini dapat membuka penelitian
tentang bagaimana otak manusia bekerja,” kata Hartung.

“Karena kamu
dapat mulai memanipulasi sistem, melakukan hal-hal yang tidak dapat kamu
lakukan secara etis dengan otak manusia.”

Komputer
yang “Hidup”

Picture: Frontiers

Hartung dan rekan-rekannya membayangkan
merakit organoid otak menjadi bentuk baru, perangkat keras komputasi biologis,
yang jauh lebih hemat energi daripada superkomputer saat ini.

“Otak masih belum tertandingi oleh
komputer modern,” kata Hartung. “Frontier, superkomputer terbaru di Kentucky,
seharga $600 juta, instalasi seluas 6.800 kaki persegi. Baru pada bulan Juni
tahun lalu, untuk pertama kalinya komputer ini melampaui kapasitas komputasi
satu otak manusia — tetapi menggunakan energi sejuta kali lebih banyak.”

Hartung mengakui bahwa komputer memang lebih
cepat dalam memproses angka dan data, tetapi ia berpendapat bahwa otak tetap
lebih baik dalam menghadapi masalah logika yang kompleks.

“Komputer dan otak tidaklah sama,
meski kami telah mencoba menjadikan komputer lebih mirip otak sejak awal era
komputer. Janji OI adalah menambahkan beberapa kualitas baru.” Ucapnya.

Baca juga: RadioGPT: Stasiun Radio Berbasis AI Pertama di Dunia Telah Hadir

Konsep-konsep seperti komputer biologis
dan Organoid Intelligence dapat
mengarah pada diskusi etika baru. Perbincangan tentang organoid yang menjadi
hidup, kesadaran atau sadar diri, dan implikasi selanjutnya, telah berlangsung
selama bertahun-tahun, meskipun teknologinya dianggap belum matang saat ini.

“Mungkin tidak ada teknologi tanpa
konsekuensi yang tidak diinginkan,” ucap Hartung, dikutip dari CNET. “Meskipun
sulit untuk mengecualikan risiko seperti itu, selama manusia mampu mengontrol
input dan output serta umpan balik ke otak tentang konsekuensi outputnya,
manusia tetap memiliki kendali.”

“Namun, seperti AI, masalahnya akan
segera muncul setelah kami memberikan Otonomi kepada AI atau OI. Mesin, baik
yang berbasis silika atau mesin seluler, tidak boleh memutuskan kehidupan
manusia.” ujarnya lagi.

Organoid
Intelligence
dan
biokomputer tidak akan menimbulkan ancaman bagi AI atau otak manusia yang
tumbuh dengan cara kuno dalam waktu dekat. Namun, Hartung yakin inilah saatnya
untuk mulai meningkatkan produksi organoid otak dan melatihnya dengan AI untuk
mengatasi beberapa kekurangan dari sistem silikon yang ada.

(gfr)

https://seputarlampung.co.id/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *